ID230308

rabu 8 maret 2023

5 OPINION

Pembelajaran dari Penyusutan Likuiditas Peristiwa yang sedikit ‘langka’ terjadi di sektor moneter Indonesia. Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) mengalami penurunan. Bank Indonesia (BI) mencatat volume M2 pada Januari 2023 sebesar Rp 8.271,7 triliun atau menyusut dari Rp 8.528,0 triliun pada Desember 2022.

Pemimpin Umum: Rio Abdurachman Pemimpin Redaksi/Penanggung Jawab: Primus Dorimulu

TAJUK

Debt Collector

M asyarakat di TanahAir kembali dikejutkan oleh ulah oknum jasa penagih utang ( debt col lector ) yangmelakukan tindak kekerasan terhadap nasabah perusahaan pembiayaan ( multifinance ). Ada yang merampas kendaraan, meng ancam, meneror, dan memukul nasabah, ada pula yang membentak-bentak polisi. Aparat keamanan telah bergerak. Para oknum debt collector sudah ditangkap. Masyarakat terkejut karena kasus keke rasan yang dilakukan oknum debt collector terhadap nasabah lembaga keuangan, seperti multifinance , bank, dan financial technology ( fintech ) terus terulang. Modus operandinya sama, motifnya serupa. Pa dahal, otoritas terkait, dari mulai Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), hingga Polri sudah lama menyoroti dan menangani persoalan ini. Ketentuan tentang praktik jasa pena gihan utang perusahaan multifinance antara lain termaktub dalam Peraturan OJK (POJK) No 35/POJK05/2018 ten tang Penyelenggaraan Usaha Perusa haan Pembiayaan. Selain itu, OJK telah menerbitkan POJK No 6/POJK07/2022 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Adapun untuk penagihan kartu kredit, BI telah memberlakukan Peraturan BI (PBI) No 23/6/PBI/2021 Tahun 2021 tentang Penyedia Jasa Pembayaran dan Surat Edaran BI (SEBI) No 18/33/DKSP Tahun 2016 tentang Perubahan Keempat atas SEBI No 11/10/DASP Tanggal 13 April 2009 perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. OJK sejatinya mengatur cukup ketat ruang gerak debt collector. Saat melakukan penagihan, debt collector wajib membawa melarang debt collector mengancam, memberikan tekanan verbal maupun fisik, serta tindakan kekerasan fisik saat melakukan penagihan. Perusahaan dan debt collector yang melanggar beleid ini diancam sanksi pidana. Sedangkan peru sahaan pembiayaan dapat dikenai sanksi peringatan, pembekuan kegiatan usaha, dan pencabutan izin usaha. Perusahaan pembiayaan pun wajib mengirim surat peringatan kepada debitur yang telah wanprestasi sebelum penagihan. BI juga tak kalah ketat mengatur praktik penagihan kartu kredit melalui debt collector . Penagihan kartu kredit menggunakan debt collector hanya dapat dilakukan jika kualitas tagihan kar tu kredit sudah masuk kategori macet. Kecuali itu, tenaga penagihan telahmem peroleh pelatihan yang memadai serta menggunakan kartu identitas resmi yang dikeluarkan penerbit kartu kredit (bank). Seperti pada multifinance , debt collector kartu kredit dilarang mengancam dan melakukan kekerasan atau tindakan yang bersifat mempermalukan pemegang kartu kredit. Juga dilarangmenggunakan tekanan fisik maupun verbal. Bahkan, penagihan lewat sarana komunikasi dilarang dilakukan terus-menerus yang bersifat mengganggu. Selain itu, penerbit kartu kredit wajib memastikan debt col lector yang menjadi mitranya mematuhi etika penagihan. Sebagaimana OJK, BI menyiapkan sanksi bagi yangmelanggar. Menilik ketentuan OJK dan BI, seha rusnya tak ada debt collector yang meng ancam, merampas, danmelakukan tindak kekerasan terhadap nasabah perusahaan multifinance , bank, atau fintech . Peru sahaan multifinance , bank, atau fintech akan sangat hati-hati menggunakan jasa debt collector karena izinnya bisa dicabut dokumen penagihan ser ta menunjukkan kartu identitas dan sertifikat profesi di bidang pena gihan dari lembaga sertifikasi profesi yang terdaftar di OJK. Debt col lector juga harus mem bawa surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti dokumen debitur wanprestasi, dan salinan sertifikat jaminan fidusia. Paling penting, OJK

atau di- black list OJK dan BI. Lagi pula, jika merujuk Kitab Un dang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindakan kekerasan yang dilakukan debt collector bisa dijerat hukum. Debt collector yang menggunakan kata-kata kasar di depan umum (menyerang kehormatan atau nama baik) bisa dipidana dengan pasal penghinaan (Pasal 310 angka 1 KUHP). Ancamannya pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda maksimal Rp 4.500. Lebih dari itu, tindakan debt collector menyita atau mengambil secara paksa barang-barang milik debitur dikatego rikan melawan hukum. Debt collector dapat dijerat Pasal 362 KUHP dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda maksimal Rp 900. Jika dilakukan dengan kekerasan atau ancam an kekerasan, debt collector dapat dijerat Pasal 365 ayat (1) KUHP, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Saksi pidana lebih berat menanti debt collector yang mengambil barang secara paksa pada malam hari dalam sebuah rumah atau pekarangan ter tutup, dii kuti perusakan, atau dilakukan secara bersekutu (dua orang atau lebih), dan mengakibatkan debitur menderita luka berat. Pelaku diancam pidana penjara paling lama 12 tahun. Kita sepakat bahwa oknum debt col lector yang melanggar hukum harus ditindak. Perilakumereka, jika dibiarkan, dapat meresahkanmasyarakat. Tendensi ke arah itu sudah muncul. Sejak Januari 2023 hingga awal pekan kedua Maret 2023, pengaduan masyarakat yang ma suk ke dalam sistemOJKmencapai 1.439 kasus. Dari jumlah itu, mayoritas (361 kasus) merupakan pengaduanmengenai perilaku debt collector . Namun, kita juga tidak dan pinjaman online (pinjol) mencapai Rp 179,9 triliun. Perbankanmenyumbang Rp 168,3 triliun (Januari-November 2022), sedangkan multifinance dan pinjol masing -masing berkontribusi Rp 10,2 triliun dan Rp 1,4 triliun (Januari-Desember 2022). Belum lagi dari sisi penyerapan tenaga kerja. Di Indonesia diperkirakan terdapat 140 ribu debt collector . Dari jumlah itu, seki tar 1.000di antaranya sudahdi- black list oto ritas yang berwenang. Itu artinya, profesi debt collector menciptakan lapangan kerja yang lumayan besar. Jumlah debt collector nakal pun tidak dominan, tak sampai 1%. Maka kasus debt collector harus di dudukkan secara proporsional. Debt collector yang melanggar hukum harus ditindak. Yang taat hukum harus dido rong untuk meningkatkan profesionalis menya. Jika Rp 179,9 triliun kredit dan pembiayaan bermasalah dapat dicairkan dan masuk dalam sistem perekonomian, tentu dampaknya akan sangat besar ter hadap pertumbuhan ekonomi negeri ini. Tak bisa dimungkiri, maraknya pe langgaran oleh debt collector juga ber tal-temali dengan perilaku negatif oknum nasabah. Sebagian nasabah mungkin menunggak karena benar-benar tak sanggup membayar, namun ada pula nasabah yang sengaja mengemplang utangnya. Dalam konteks inilah OJK dan BI perlu terus mengedukasi masyarakat. Kita perlu mendorong OJK dan BI untukmemberikan perhatian lebih terha dap maraknya pelanggaran debt collector . BI danOJK perlumenggalang kerja sama lebih erat dengan Polri. Sebaliknya, Polri tak perlu ewuh pakewuh menghadapi perilaku meresahkan para oknum debt collector. Jika aturan debt collector sudah lama ada, kenapa para institusi terkait baru heboh sekarang? q boleh antipati kepada debt collector yang taat aturan. Suka atau tidak suka, peran debt collec tor (yang patuh aturan) masih dibutuhkan untuk menopang kelancaran sistem keuangan di da lam negeri. Tahun lalu, total kredit dan pembi ayaan bermasalah yang berasal dari kredit per bankan, multifinance ,

uangM1 jauh lebih sensitif terha dap fluktuasi harga. Oleh karena nya, publik memegang uang M1 dalam jumlah yang lebih sedikit untuk mengompensasi tingginya inflasi. Perlambatan yang timpang antara pertumbuhan M2 dan M1 dengan sendirinya menjelaskan hal ini. Pembelajaran Bahwa sumber utama penurun an likuiditas adalah M1 adalah isu lain yang patut diwaspadai. Daya beli M1 terkait erat dengan komoditas konsumsi. Dengan demikian, penurunan M1 bisa di asosiasikan dengan perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga, meski indikasi ini hanya berlaku untuk titikwaktu tertentu. Sebagai konsekuensinya, feno mena penurunan likuiditas hanya bersifat temporer. Jumlah uang beredar akan naik lagi saat inflasi kembali ke level ‘normal’. Artinya, penyusutan likuiditas bisa dipan dang sebagai peristiwa insidental yang terjadi pada satu titik waktu, alih-alih berlaku untuk rentang waktu yang panjang. Potensi likuiditas untuk kem bali ke posisi ekuilibrium dalam jangka pendek masih sangat terbuka. Masyarakat biasanya ba nyak melakukan konsumsi pada momen Ramadhan dan Idul Fitri. Terlebih lagi, pemerintah sudah melonggarkan PPKM sehingga mobilitas dan aktivitasmasyarakat makin menggeliat. Peredaran uang juga berpotensi meningkat pada semester II-2023. Kampanye yang dilakukan men jelang Pemilu awal 2024 menjadi titik tolak yang potensial. Seiring hal ini, otoritas ekonomi perlu untuk tetap menjaga aktivitas konsumsi masyarakat. Apalagi, konsumsi menopang lebih dari separuh produk domestik bruto (PDB). Salah satu hal yang paling penting adalah dengan menjaga keyakinan masyarakat terkait kondisi ekonomi saat ini maupun prospeknya ke depan. Risiko ketidakpastian global yang ma sih membayang tahun ini perlu disikapi secara produktif dengan memperkuat fundamental ekono mi Indonesia agar tetap kukuh. Alhasil, fenomena penyusutan likuiditas memberikan pembel ajaran yang sangat baik bagi semua pemangku kepentingan. Bagi rumah tangga konsumen, penyusutan likuiditas tidak serta merta direspons secara psikologis sebagai kabar buruk yang kemu dian akanmemengaruhi aktivitas ekonomi ke depannya. Bagi dunia usaha, fenomena pe nyusutan likuiditas tidak sepatut nya lantas dipersepsikan sebagai penurunan daya beli yang lantas meredupkan produksinya. Daya beli konsumen masih potensial, hanya tersimpan alias belum di belanjakan untuk sementara. Pada waktunya, kegiatan konsumsi akan kembali mengalir. Bagi pemerintah dan otoritas ekonomi terkait, fenomena pe nurunan likuiditas yang bersifat musiman ini perlu diantisipasi dengan seperangkat strategi yang mampu menyasar sejak dari sumbernya. Jika demikian, penyusutan likuiditas fluktuasi seolah menjadi ‘ombak kecil’ di tengah ‘lautan’ perekonomian yang tenang. Setuju? *) Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta, Direktur Riset SEEBI (the Socio-Economic & Educati onal Business Institute) Jakarta, Anggota Focus Group Bidang Fiskal dan Keuangan Negara ISEI Pusat.

agaknya banyak berperan di sini. Alhasil, penurunan uang bere dar sangat terkait dengan penge tatan moneter lewat ketentuan giro wajib minimum (GWM). Ke wajiban GWM rupiah untuk bank umum konvensional dinaikkan secara progresif menjadi 6% per 1 Juni 2022, 7,5% per 1 Juli 2022, dan selanjutnya menuju 9% mulai 1 September 2022. Rasio GWMmenunjukkan per sentase dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun perbankan wa jib disimpan dalam rekening giro di BI. Konsekuensinya, porsi dana yang bisa siap diputar perbankan menjadi lebih kecil sehingga kemampuan perbankan untuk menciptakan uang sekunder (M2) pun juga menurun. Akumulasi dampak kenaikan progresif GWM tersebut agaknya

hanya dimungkinkan dari pe nurunan tingkat harga. Padahal tingkat harga sedang mengalami tren peningkatan yang dikenal luas sebagai inflasi. Kemiripan cerita yang juga terjadi asumsi velositas hendak ditanggalkan. Aspek ini cerminan dari perilaku masyarakat dalam memegang uang. Velositas jarang bisa berubah apalagi dalam jang ka waktu yang sangat singkat. Asumsi velositas yang konstan, atau setidaknya stabil, agaknya Alhasil, ada kesenjangan antara proposisi teori di atas kertas dan kenyataanyang terjadi di lapangan. Kesenjangan bukan terletak pada kesalahan pencatatan jumlah uang beredar. BI niscaya sudahmemiliki tetap relevan. Kesenjangan

Oleh Haryo Kuncoro *)

P enyusutan likuiditas na sional juga dialami pada komponen uang beredar dalam ar ti sempit (M1), baik dari besaran nominal maupun dari sisi pertumbuhan nya. Jika komponen M1 pada Desember 2022 menembus Rp 4.834,6 triliun, pada Januari 2023 tercatat menjadi ‘hanya’ seputaran Rp 4.581,3 triliun. Komponenmanapun yang diru juk, penurunan jumlah uang ber edar niscaya menjadi pertanyaan besar. Kelaziman yang berlaku dalam perekonomian banyak ne gara, jumlah uang beredar M1 dan M2 senantiasa bertambah, bahkan pertambahannya cende rung mengikuti pola deret ukur, alih-alih deret hitung. Tesis di atas tidakmengada-ada. Komponen uangM1 sudahmeng alami perluasan definisi. Sejak posisi data per September 2021, M1 mencakup uang kartal (uang kertas dan uang logam) yang ber ada di luar bank umum dan BPR, giro rupiah, serta tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu-waktu. Tinjauan historis juga mendu kung hal itu. Uang dalam sejarah nya diciptakan untuk memfasili tasi pertukaran barang/jasa. Jauh sebelummengenal uang, manusia memenuhi kebutuhannya dengan bar ter. Bar ter mensyaratkan barang/jasa yang dipertukarkan harus bisa saling memenuhi ke butuhan kedua pihak. Kesulitan menemukan mitra barter yang cocok mendorong kebutuhan akan alat tukar. De ngan perantaraan uang, barang/ jasa yang akan dibarterkan cukup dijual kepada pihak ketiga. Uang hasil penjualan dari pihak ketiga bisa dibelikan barang/jasa kebu tuhannya kepada pihak lainnya lagi. Intinya, uang sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan. Dalamposisinya sebagai media pertukaran ( medium of exchange ), perpindahan uang antara pelaku ekonomi satu dengan pelaku eko nomi lain selalu disertai dengan transaksi barang/jasa sebagai aset rujukannya. Barang/jasa yang ditransaksikan adalah barang ekonomi yang mempunyai harga, alih-alih barang bebas yang tidak memiliki harga. Fisher (1911) merangkum hu bungan antara kuantitas uang dan barang/jasa ke dalam satu persa maan, yakni jumlah uang dikali velositas sama besar dengan nilai dari barang/jasa yang ditransak sikan. Dengan asumsi velositas tidak berubah, peredaran uang mengikuti nilai barang/jasa yang dipertukarkan. Sampai di sini, kerangka kon septual dari Fisher tampaknya tidak mampu menjelaskan penye bab di balik fenomena penurunan likuiditas di Indonesia. Pertukaran barang/jasa di pasar yang secara agregat diukur dengan produk domestik bruto toh tetap tumbuh, meski masih terimbas oleh dam pak pandemi Covid-19. Menggeser fokus jawaban pada faktor harga juga tidak memuas kan. Dengan asumsi barang/jasa dan velositas tidak mengalami perubahan, penurunan likuiditas

Jika aturan debt collector sudah lama ada, kenapa para institusi terkait baru heboh sekarang?

Bagi pemerintah dan otoritas ekonomi terkait, fenomena penurunan likuiditas yang bersifat musiman ini perlu diantisipasi dengan seperangkat strategi yang mampu menyasar sejak dari sumbernya. Jika demikian, penyusutan likuiditas fluktuasi seolah menjadi ‘ombak kecil’ di tengah ‘lautan’ perekonomian yang tenang.

baru terasa di awal tahun ini. Per lambatan pertumbuhan tahunan M2 (dari 8,4% menjadi 8,2%) dan M1 (dari 9,5% menjadi 8,5%) pada periode Desember 2022 sampai Januari 2023 tampaknya mendukung argumen awal soal kebijakan. Pengetatan moneter lewat ke naikan GWM memang terbukti sukses mengurangi jumlah uang beredar. Di satu sisi, kebijakan pengetatan moneter ditujukan untuk meredam laju inflasi agar tidak terlalu kencang. Akan tetapi, besaran penurunan jumlah uang beredar masih lebih tinggi dari pada angka inflasi yang berhasil ditekan. Di sisi lain, dampak penaikan GWM pada penyusutan jumlah uang beredar secara nominal bisa dibilang tidak terlalu besar. Jika diukur secara bentuk riil, penyusutan jumlah uang beredar tersebut jauh lebih kecil lagi. ba gaimanapun, uang M1 memiliki kemampuan sebagai media per tukaran yang lebih tinggi. Daya beli sebagai ukuran riil

prosedur baku yang akuntabel dalammerekamsetiap pergerakan uang sempit dan uang luas tadi. Gap antara ‘yang seharusnya’ dengan ‘yang senyatanya’ juga bu kan lantaran kekeliruan teori yang dirujuk. Teori dibangun atas dasar logika yang bisa dipertanggungja wabkan secara ilmiah. Keabsahan teori tetap kukuh lantaran sudah melalui pengujian empiris yang panjang. Titik temu untuk mengompro mikan antara ‘yang seharusnya’ dengan ‘yang senyatanya’ harus kembalimenengok pada lingkung an yang melingkupinya. Teori dan fakta tidak bergerak di dalam ru ang hampa, melainkan ada dalam situasi dan kondisi yang memung kinkan keduanya dinamis. Beranjak dari pemikiran ini, pe nyusutan likuiditas kemungkinan besar bersumber dari faktor lain yang berada di luar jangkauan masyarakat sebagai pemegang uang. Sebagai bagian integral dari sebuah bangunan besar eko sistem moneter, faktor kebijakan yang diambil otoritas moneter

POJOK IDE Pemerintah mengumumkan kepastian penyaluran bantuan pembelian motor listrik bagi konsumen sebesar Rp 7 juta. Saatnya produsen motor listrik naikkan TKDN.

Dewan Redaksi: Enggartiasto Lukita (Ketua) Rio Abdurachman, Iman Pambagyo, Lili Yan Ing, Primus Dorimulu, Marwata, Anthony Wonsono, Apreyvita D. Wulansari

MANAGEMENT: Executive Chairman : Enggartiasto Lukita. Direktur Utama : Rio Abdurachman.

Wakil Direktur Utama : Apreyvita D. Wulansari. Direktur Digital & Business Development : Anthony Wonsono. Direktur Keuangan & Direktur Umum : Tania Kirana. Direktur Bisnis : Melly Marliani. Direktur Legal : Patricia Tambunan

Wakil Pemimpin Redaksi : Abdul Aziz. Redaktur Senior: Hari Gunarto. Redaktur Pelaksana : Ester Nuky. Wakil Redaktur Pelaksana : Nasori, Jauhari Mahardhika (online). Redaktur : Abdul Muslim, Edo Rusyanto, Euis Rita Hartati, Eva Fitriani, Fransiscus Rio Winto, Harso Kurniawan, Imam Suhartadi, Iwan Subarkah, Parluhutan Situmorang (online), Thomas E. Harefa, Tri Listiyarini, Tri Murti, Totok Hari Subagyo, U Heri Gagarin (foto). Wakil Redaktur : Amrozi Amenan, David Gita Roza (foto), Ely Rahmawati, Emanuel Kure, Grace Eldora Sinaga (online), Happy Amanda Amalia, Imam Mudzakir, Indah Handayani (online), Kunradus Aliandu, Leonard Al Cahyoputra, Mardiana Makmun, Nida Sahara, Rangga Prakoso, Ridho Syukra, Thresa Sandra Desfika (online). Reporter : Arnoldus Kristianus, Muhammad Ghafur Fadillah, Muawwan Daelami, Prisma Ardianto. Surabaya : Amrozi Amenan. Sekretariat Redaksi : Chandra Wijayanti (Kepala), Litbang : Alam Surawijaya, Fernando Sihotang. Produksi : Gianto (Kepala), Agustinus W. Triwibowo, R. Thatit Tri Adiwanto. Desain Grafis : Rochadi Kusmabrata. Advertising : Unggul Wicaksono, Adhyatma Warih (General Manager). Marcomm & Event Management : Lucky Sukmawati (Manager), Circulation : Dwi Erna Sari. Alamat Redaksi dan Iklan: Jl. Jend. Gatot Subroto Kav. 35-36, Jakarta 12950, Redaksi: Telp. (021) 29957500, Fax. (021) 5277983/ 81, Iklan: Telp. (021) 29957500, Fax. (021) 5277983 / 81, Email Iklan: iklan.investordaily@investor.co.id, Alamat Sirkulasi : Graha Investor, Jl. Padang No. 22, Ps. Manggis, Setiabudi, Manggarai. Tlp 021- 29957555 WA 0877-8005-7578 Rek. sirkulasi: CIMB NiAGa, 800065640800 Fax. (021) 5200976, Surabaya: Jl. Taman Apsari No. 15-17 Kompleks PWI Surabaya Telp. (031) 5479837 Fax. (031) 5479837, Tarif Iklan : Display BW Rp 70.000/mmk, FC Rp 80.000/mmk, Prospektus, Lap. Keuangan, RUPS/RUPO dsb BW Rp 22.000/mmk, FC Rp 32.000/mmk, Harga belum termasuk ppn 11%. No Rekening: BCA Cab. Kuningan Jakarta AC. 217.30.90111, CIMB Niaga Cab. Gatot Subroto Jakarta AC. 226.0100364007 (Rek. Iklan), CIMB Niaga: 226.0100448005 (Rek. Sirkulasi) Percetakan: PT. Gramedia Jl. Palmerah Selatan No. 22-28 Jakarta Pusat. Isi di luar tanggung jawab percetakan.

■ Investor Daily menerima kiriman surat pembaca dan artikel opini minimum 7.500 karakter. Artikel opini dapat dikirim melalui pos ke alamat redaksi atau e-mail: koraninvestor@investor.co.id. Wartawan Investor Daily tidak diperkenankan menerima imbalan dalam bentuk apa pun dari narasumber.

Made with FlippingBook Digital Publishing Software